Berpasrah Diri di Rumah Allah

Subhanallahu walhamdulillah walaailaaha illallaahu wallahuakbar. Usai menengok teman yang pulang dari ibadah haji ke Baitullah, entah kenapa jadi ingin menulis tentang hal itu. Mungkin karena ketakjuban saya, karena saya juga penasaran ingin ke sana, yang jelas saya ingin menulis.

Mendengar pengalaman teman yang baru pulang dari ibadah haji, membuat saya merinding. Betapa tidak? Kejadian-kejadian di luar nalar manusia, banyak terjadi di sana. Dan yang unik, sesama jamaah haji satu rombongan pun, pengalamannya tidak sama! Masya Allah.




Alhamdulillah, teman saya, ustazah Ima, diberikan banyak kemudahan di sana. Dia merasakan sendiri banyak keajaiban terjadi di sana. Seperti yang diceritakan bude saya yang berhaji tahun lalu, di tanah haram, kita harus belajar untuk membersihkan hati dari segala prasangka dan kesombongan. Sedikit saja kita takabur, seketika itu pula kita merasakan balasannya. Maasyaallah.

Bahkan tidak sedikit dari saudara kita yang sudah sampai di sana pun, tidak bisa melihat ka’bah. Suatu saat, teman saya dan suaminya ini dimintai tolong seorang jamaah haji untuk menunjukkan jalan menuju ka’bah. Katanya, ia belum bisa melihat ka’bah sejak menginjakkan kaki di tanah haram. Wallahu a’lam. Teman saya ini sudah berupaya mengantarkan sampai ke pintu masjidil haram, tetapi ada saja halangannya. Tidak boleh masuk oleh laskar, atau karena hal lain. Lewat pintu dari lantai yang lain pun begitu. Sampai teman saya ini pulang, ia tidak tahu apakah orang tadi sudah berhasil melihat ka’bah atau tidak. Astaghfirullah.

Sedikit saja ada rasa sombong di hati, Allah SWT kontan membalasnya. Ada salah satu teman yang berhaji di tahun lalu, suaminya sempat khilaf berucap, “Bisa balik ah, masa’ ke situ aja nggak tahu.” Tetapi ketika akan kembali ke hotel, suaminya ini bukannya menunjukkan jalan pulang, malah berputar-putar di tempat yang sama tanpa menyadarinya. Istrinya tahu apa yang terjadi, kemudian mengingatkan perkataan suaminya tadi. Sadar atas kekhilafannya, sang suami lantas beristhgfar sebanyak mungkin. Dan ternyata, justru istrinya yang bisa menunjukkan jalan pulang ke hotel. Masya Allah.

Begitu mudahnya bagi Allah, jika Dia berkehendak maka terjadilah. Di tanah suci Mekkah, Allah menghendaki hambaNya tunduk patuh padaNya, pasrah dengan keimanan. Wallahu a’lam, satu kloter pun bisa berbeda pengalaman. Ada jamaah yang selalu diberikan kemudahan dalam beribadah, kemudahan untuk berdoa di tempat yang mustajab, kenikmatan berupa kendaraan dan hotel yang bagus, tetapi ada juga yang kerap menemui kendaraan yang jelek, kesukaran dalam beribadah sunah, dan lain-lain.




Beruntunglah yang mendapat berkah kemudahan dan kenikmatan ketika berada di sana, karena Allah SWT Maha Penyayang sehingga berkenan memudahkan. Tak patut juga kita berprasangka bahwa jamaah yang menemui kesulitan selama berhaji itu karena ia kurang baik, karena jika Allah SWT hendak menguji umatNya, maka tidak ada yang bisa mengelak atasnya. Semua pengalaman itu bisa kita jadikan pelajaran, bahwa kita sebagai umat muslim yang juga ingin menunaikan ibadah haji, bisa memulai belajar dari sekarang. Belajar kebaikan, dan membiasakannya.

Beribadah haji bukan sekadar menuntut fisik yang kuat, tetapi juga kesediaan kita untuk beriman penuh padaNya dan membersihkan diri dari segala kehinaan dunia. Semoga Allah SWT memudahkan bagi kita semua untuk berhaji suatu saat nanti. Dan semoga di saat itu, kita menjadi manusia yang jauh lebih baik daripada di hari ini. Aamiin Yaa Rabbal’alamiin..

0