Mensyukuri Buah Hati

Dua krucil sudah pulas di posisi masing – masing, saatnya emak mengerjakan tugas menulis. Sebenarnya ingin sekali setor tugas sebelum malam, tetapi rasanya tak bijak kalau saya menemani mereka bermain sambil menulis. Karena mereka berdua sedang butuh perhatian penuh. Sayang kalau waktu bersama mereka yang sudah sedikit ini, masih harus terenggut karena emaknya mementingkan dirinya sendiri.

Kali ini saya ingin menuliskan kejadian yang saya alami kemarin petang. Kemarin saya bersama suami dan anak-anak pergi berbelanja kebutuhan bulanan ke Sakinah Swalayan. Karena kami keluar dari swalayan bersamaan dengan adzan magrib, maka kami memutuskan untuk salat magrib di masjid UPB. Saat mencuci tangan di tempat wudhu, seorang perempuan tiba-tiba menyapa dengan ramah.

“Mbak, lucu ya anak-anaknya. Usia berapa?” serunya sambil menjawil pipi si bungsu.

“Kakaknya usia empat puluh tahun, adiknya baru lima belas bulan,” jawabku sambil tersenyum.

“Mbaknya umur berapa sekarang?” dia memandang penasaran. Kusebutkan usiaku, dan dia mengatakan hampir sama dengannya.

“Berarti Mbak habis nikah langsung punya anak ya?” perempuan di depanku itu terlihat serius bertanya.

“Nggak juga. Setelah menikah setahun, baru saya hamil.”

“Oh, cepat ya. Rahasianya apa, Mbak?” kembali ia bertanya.

Obrolan kami selanjutnya terus berlangsung hingga tiba giliran saya untuk salat magrib. Perempuan itu kembali ke arah suaminya sambil menceritakan hasil obrolan kami. Dan suaminya melanjutkan dengan mengobrol dengan suami saya kemudian.

Pertemuan dengan perempuan itu membuatku tercenung. Rasanya tidak pantas untuk mengeluh tentang anak-anak. Saat melihat ada orang lain yang begitu mengharapkan kehadiran buah hati, sementara Allah SWT belum memberikan, saya kembali mengucap syukur. Bukan berarti saya tidak berempati pada mereka yang belum dikaruniai anak, tetapi paling tidak saya kembali ingat bahwa memiliki anak adalah salah satu karunia yang wajib disyukuri dengan keikhlasan dalam mendidik mereka.

Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa dalam keseharian mendidik mereka ada saja yang membuat kita sebagai orangtua merasa lelah. Menggerutu, mengomel, dan juga marah. Itu manusiawi, tetapi harus segera diikuti dengan istighfar dan menata hati kembali. Karena sebenarnya yang menghendaki kehadiran anak-anak ke dunia adalah orangtua, jadi sudah semestinya kita sebagai orangtua bisa bersabar dalam menghadapi tingkah polah mereka.

Kembali pada rasa syukur terhadap kehadiran anak di tengah keluarga, ini juga termasuk dalam hal mensyukuri kelebihan dan kekurangan mereka. Pasti ada hal yang tidak kita sukai dari anak-anak kita, pasti ada kekurangan pada diri mereka. Mungkin anak kita berkebutuhan khusus, perilakunya kurang bagus, atau mungkin kecerdasannya di bawah rata-rata, maka kita tetap harus bersyukur dengan mendampingi mereka dengan ikhlas. Justru di situlah mereka membutuhkan kehadiran kita untuk menghadapinya, jangan meninggalkan mereka.

K­arena menjadi orangtua adalah pilihan kita sendiri, sementara menjadi anak adalah sebuah takdir, maka bersyukurlah dengan menyayanginya sepenuh hati. 

K­arena menjadi orangtua adalah pilihan kita sendiri, sementara menjadi anak adalah sebuah takdir, maka bersyukurlah dengan menyayanginya sepenuh hati.
0