Aqila Sayang Umi

“Aqila, nanti malam bobok sama Abi, ya? Umi bobok sama kakak dulu. Biar Qila gak ketularan.”


Aqila, bungsuku, kontan mengangguk. Wuih, tumben dia kok langsung oke pisah sama uminya. Ya sudah, sebenarnya niatku hanya iseng saja.

Malamnya, saat waktu tidur tiba, dia langsung masuk kamar depan. “Lo, Qila bobok mana?”

“Bobok sama Abi, kan?” jawabnya mantap sembari menaikkan alisnya. Khas gayanya, ekspresif.

“Qila gak bobok sama umi?” tanyaku lagi meyakinkan. Dua kakaknya juga tak percaya.

“Enggak. Kan biar Umi sembuh. Gak papa, ya, Umi. Kalau Umi sudah sembuh, nanti Aqila peluk Umi.”

Ya Allah. Hati emak gerimis. Si bungsu yang nyaris tak pernah pisah bobok dengan uminya itu ternyata bisa setegar itu. Kamu sudah besar, Nduk.

Satu hal sering dia ujarkan setiap saat yang bikin gemas campur meleleh, “Umi jangan marah, ya. Qila pelukin Umi.”

Kadang aku protes, “Umi, kan, gak marah, Aqila.”

“Gak papa. Qila, kan, sayangin Umi.” Wes ta, gak nyambung tapi bikin pengin nyubit pipinya.

0